Indonesia Bergabung dengan BRICS: Antara Ambisi Global dan Tantangan Geopolitik

Indonesia Bergabung dengan BRICS: Antara Ambisi Global dan Tantangan Geopolitik

Indonesia resmi menjadi anggota penuh BRICS, kelompok negara berkembang yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan. Keputusan ini menjadikan Indonesia sebagai negara Asia Tenggara pertama yang masuk ke dalam aliansi ekonomi dan politik yang dianggap sebagai salah satu kekuatan baru global non-Barat.

Namun, bergabungnya Indonesia ke BRICS bukan berarti berpihak pada blok tertentu di tengah dunia yang semakin terpolarisasi. Presiden terpilih Prabowo Subianto melihat keikutsertaan ini sebagai bagian dari visi besar untuk menjadikan Indonesia pemimpin global dalam memperjuangkan suara negara-negara Global South.

Visi Prabowo: Indonesia Sebagai Jembatan Global South

Menurut Kementerian Luar Negeri (Kemlu), bergabung dengan BRICS mencerminkan “peran aktif Indonesia dalam isu global.” Prabowo ingin membawa Indonesia melampaui peran tradisionalnya sebagai pemimpin alami Asia Tenggara, dengan menjadi jembatan antara negara maju dan berkembang serta mendorong sistem multilateral yang lebih berimbang.

Langkah ini juga memperkuat strategi Indonesia untuk tidak hanya berfokus pada satu blok, tetapi memilih “jalur persahabatan dengan semua negara”. Prabowo tetap menargetkan keanggotaan penuh dalam OECD dalam tiga tahun ke depan dan terus mempererat hubungan dengan Quad (India, Jepang, Australia, dan AS).

Ambisi Ekonomi dan Peran BRICS

Di dalam negeri, Prabowo ingin melanjutkan visi “Indonesia Emas 2045” yang dicanangkan Jokowi dengan target pertumbuhan ekonomi 8% per tahun. BRICS dinilai sebagai mitra strategis untuk mendukung agenda tersebut karena fokusnya pada pembangunan negara berkembang dan perlawanan terhadap dominasi ekonomi Barat.

Sebagai anggota BRICS, Indonesia kini memiliki akses terhadap pembiayaan infrastruktur melalui New Development Bank (NDB), termasuk proyek energi hijau. Namun, sejumlah pengamat menilai manfaat ekonomi dari keanggotaan ini belum tentu signifikan, mengingat Tiongkok sudah menjadi mitra dagang terbesar Indonesia, bahkan tanpa keanggotaan BRICS.

Strategi “Hedge-mony” dan Perimbangan Geopolitik

Keputusan ini juga dinilai sebagai bentuk strategi “hedge-mony” — upaya negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, untuk menjaga keseimbangan antara kekuatan besar seperti AS dan Tiongkok. Dengan bergabung di BRICS, Indonesia diharapkan bisa memanfaatkan posisi strategisnya untuk memperkuat posisi tawar dalam kerja sama ekonomi dan geopolitik, tanpa harus berpihak mutlak.

Namun, BRICS sendiri bukan kelompok yang solid. Perbedaan visi di antara anggotanya — seperti antara Tiongkok yang anti-Barat dan India yang lebih pragmatis — dapat menyulitkan konsensus. BRICS juga memiliki ketimpangan internal, dengan dominasi ekonomi dan politik dari Tiongkok yang sangat besar.


Risiko dan Tantangan ke Depan

Indonesia kini menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara komitmen di BRICS dengan perannya dalam ASEAN dan hubungan lama dengan negara Barat seperti AS dan Uni Eropa. BRICS juga memiliki anggota yang memiliki konflik terbuka satu sama lain, seperti India-Tiongkok dan Iran-UAE, yang bisa menyulitkan kerja sama jangka panjang.

Kekhawatiran juga muncul dari pengamat dalam negeri bahwa keanggotaan BRICS bisa membuat Indonesia terlalu dekat dengan Tiongkok, apalagi jika kebijakan luar negeri Prabowo tampak memberikan terlalu banyak konsesi kepada Beijing.


Kesimpulan: Langkah Strategis atau Beban Baru?

Langkah Indonesia bergabung ke BRICS seharusnya dilihat sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk memperkuat posisi Indonesia secara global. Namun, manfaat konkret dari keanggotaan ini masih perlu dibuktikan di tengah kompleksitas internal BRICS dan tekanan geopolitik eksternal.

Prabowo kini menghadapi tugas besar: memastikan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi penonton dalam konstelasi kekuatan dunia, tetapi juga tetap mandiri, berdaya saing, dan tidak kehilangan arah dalam manuver politik global yang semakin rumit.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *